السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله رب
العالمين والصلاة والسلام على اشرف الأنبياء والمرسلين
سيدناومولنا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين {أما بعد}
Hadirin
Rahimakumullah,
Multatuli
mengibaratkan bumi Indonesia
laksana jamrud yang berada di dataran khatulistiwa. Qurasish Shihab juga
mengibaratkan tanah Indonesia
laksana sekeping tanah sorga yang di hamaparkan di persada nusantara. Dua
ungkapan tersebut menggambarkan bertapa indah dan hebatnya sumber daya alam
yang kita miliki. Kita Negara kaya, sumberdaya kita potensisal, tanah kita pun
subur, Namun kenyataannya masih banya rakyat yang berada dibawah garis
kemiskinan, bayi-bayi kekurangan gizi, pelajar putus sekolah, bahkan rakyat
mati menderita kelaparan. Mengapa hal ini terjadi? Ini disebabkan Sumber daya
alam yang kita miliki belum dimanfaatkan oleh bangsa kita sendiri, melainkan
dieksploitasi dikikis habis oleh bangsa-bangsa lain sebagai aksi penjajahan gaya baru.
Bahkan
akhir-akhir ini akibat kecongkakan tangan-tangan manusia itu sendiri yang
dibungkus sains dan teknologi telah mengikis habis keramahan alam sehingga yang
nampak adalah krisis lingkungan, polusi, malapetaka atomik, menipisnya lapisan
ozon di atmospir, hingga ancaman terjadinya hujan api dibeberapa belahan dunia.
Fenomena tersebut menandakan ketidak harmonisan hubungan manusia dengan alam
raya, akibatnya dirasakan oleh manusia sendiri. Sebab “if the habitat was
cared will give function but if not it would make destroy”. Jika alam
lingkungan dipelihara akan berdaya guna tapi jika dibiarkan akan menimbulkan
bencana. Demikianlah ungkapan Edwar Buckle dalam History Of Civilization in England.
Melihat
betapa pentingnya memelihara lingkungan tersebut, maka pada kesempatan ini kita
akan membicarakan tentang, “Kewajiban Manusia Memelihara dan Memakmurkan Alam”,
dengan rujukan firman Allah, surat al-Hijr ayat 19-20 :
وَالْأَرْضَ
مَدَدْنَاهَا وَأَلْقَيْنَا فِيهَا رَوَاسِيَ وَأَنْبَتْنَا فِيهَا مِنْ كُلِّ
شَيْءٍ مَوْزُونٍ{19}وَجَعَلْنَا لَكُمْ فِيهَا مَعَايِشَ وَمَنْ لَسْتُمْ لَهُ بِرَازِقِينَ
{20}
Artinya : “Dan
Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami
tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran.(19) Dan Kami telah
menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup, dan (Kami menciptakan
pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezki kepadanya.(20)”
Hadirin
Rahimakumullah,
Prof. Dr.
Muhammad Qurish Shihab dalam Tafsir al-Misbah menyebutkan, bahwa kalimat وَأَنْبَتْنَا فِيهَا مِنْ كُلِّ شَيْءٍ مَوْزُونٍ “dan kami tumbuhkan
padanya segala sesuatu menurut ukuran”, dipahami oleh sementara ulama dalam
arti bahwa Allah swt menumbuh-kembangkan di bumi ini aneka ragam tanaman untuk
kelangsungan hidup dan menetapkan bagi setiap tanaman itu masa pertumbuhan dan
penuaian tertentu, sesuai dengan kuantitas dan kebutuhan makhluk hidup.
Demikian juga Allah swt menentukan bentuknya sesuai dengan penciptaan dan
habitat alamnya.
Dalam tafsir
al-Muntakhab, ayat ini dinilai sebagai menegaskan suatu temuan ilmiah yang diperoleh
melalui pengamatan di laboratorium, yaitu setiap kelompok tanaman masing-masing
memiliki kesamaan dilihat dari sisi luarnya, demikian juga sisi dalamnya.
Bagian-bagian tanaman dan sel-sel yang digunakannya untuk pertumbuhan memiliki
kesamaan-kesamaan yang praktis tak berbeda. Meskipun antara satu jenis dengan
yang lainnya dapat dibedakan, tetapi semuanya dapat di klasifikasikan dalam
satu kelompok yang sama.
Hadirin,
alangkah bahagia dan indahnya alam ini jika setiap individu memiliki semangat
dalam memelihara dan melestarikan alam raya yang kita huni ini, sehingga dapat
menghasilkan manfaat bagi semua manusia yang ada. Para ilmuan menyebut abad
ke-21 sebagai the age of anxietyor restlenses, abad yang penuh
dengan kegelisahan, kecemasan, perang antar suku dan bangsa menjadi-jadi,
resesi ekonomi melanda seluruh lapisan warga, ledakan penduduk semakin tak
terkendali bahkan pencemaran lingkungan menjadi ancaman kehidupan.
Kondisi
tersebut hadirin, jelas telah menimbulkan beban psikologis bagi kehidupan masyarakat,
akibatnya masyarakat menjadi serba salah, hati menjadi resah dan gelisah, jiwa
terasa hampa dan merana, semangat hidup tiada dan enggan berkaryabahkan yang
paling parah munculnya berbagai penyakit psikomotis, penyakit kejiwaan yang
dapat mematikan seluruh umat manusia secara perlahan dan mengerikan, kalaupun
bertahan namun hidup tidak lagi merasakan ketenangan.
Hadirin,
lalu apakah tugas manusia di muka bumi ini? tidak lain adalah untuk memakmurkan
bumi, mensejahterakan umat manusia sendiri lebih-lebih lingkungan-nya sebagai
tempat tinggal dan menetap. Sebagaimana terurai di dalam al-Qur’an surat Huud ayat 61 :
وَإِلَى ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَالِحًا قَالَ يَاقَوْمِ اعْبُدُوا اللهَ مَا لَكُمْ مِنْ
إِلَهٍ غَيْرُهُ هُوَ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا فَاسْتَغْفِرُوهُ ثُمَّ
تُوبُوا إِلَيْهِ إِنَّ رَبِّي قَرِيبٌ مُجِيبٌ {16}
Artinya : “Dan
kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: Hai kaumku,
sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah
menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu
mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku
amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (do`a hamba-Nya).”
Ma’asyiral
muslimin Rakhimakumullah,
Demikianlah
firman Allah yang yang menginformasikan kepada kita bahwa manusia diciptakan
dari tanah dan ditugasi untuk memakmurkan tanah atau bumi. Karena itu dalam
bidang ilmu pengetahuan alam kita mengenal istilah alam biotiks (alam raya) dan
alam abiotis (berupa moral manusia). Kerusakan alam biotiks biasanya berwal
dari kerusakan alam abiotis yakni moral manusia. Sebagai contoh : berdasarkan
penelitian Wahana Lingkungan Hidup di DKI Jakarta tercatat memiliki 2.118 Sumur
Bor dengan kedalaman tidak kurang dari 40 M, sehingga jika terjadi penambahan
sumur lagi pada tahun 2010 nanti, Wilayah DKI Jakarta bisa mencapai daratan 0,0
M, dari permukaan laut alias rata menjadi laut.
Ancaman
kerusakan tersebut hadirin sebuah bukti yang harus kita renungkan, kita
fikirkan, kita cermati untuk kita antisifasi agar saat ini maupun kelak tidak
lagi terjadi kerusakan alam. Lalu bagaimanakah tanggung jawab dan usaha kita
sebagai warga negara dalam memelihara alam lingkungan ini? Sebagai
jawabannya, Pertama : Kita harus mendukung dan membantu
program pemerintah dengan jalan melakukan reboisasi tanah-tanah gundul,
pembuatan terasering untuk mencegah longsor, penanggulangan limbah dan sampah
bersama-sama dan menghentikan pemburuan satwa serta penebangan hutan secara
liar. Kedua : Kita syukuri alam sebagai nikmat Allah swt dengan cara
memeliharanya agar kita dikasihi oleh Allah swt. Rasulullah saw bersabda :
إرحموا من فى الأرض يرحمكم من فى السماء
“Sayangilah
oleh kamu sekalian segala apa yang ada di muka bumi ini niscaya yang di atas
(Allah) akan menyayangimu.”
Apabila
sikap ini kita aplikasikan maka Allah swt menjamin kemakmuran alam raya yang
kita miliki sehingga kita jauh dari petaka, terhindar dari bencana tapi dekat
dengan nikmat dan barakat dari Allah swt yang Maha Qudrat.
Hadirin,
perlu diketahui bahwa orang pintar tapi salah, tidak shaleh, tidak mungkin
memakkmurkan alam, orang hebat namun bergelimang maksiat mustahil peduli
mengelola alam raya, malah yang timbul adalah watak-watak perusak, pohon-pohon
ditebangi, gunung-gunung di gunduli, dan satwa-satwa diburu. Padahal akibatnya,
manusia sendiri yang menanggungnya, kita tengok beberapa kejadian baru-baru
ini, terjadi banjir di jakarta, lonesor, gempa
bumi di Yogyakarta dan gunung-gunung meletus
di beberapa daerah Negara kita ini.
Belum cukup
dengan semua itu kitapun dikejutkan dengan munculnya angin topan, gelombang
pasang naik kedaratan, jebolnya tanggul di Situ Gintung Tanggerang yang
menghabiskan ratusan nyawa manusia dan lain sebagainya. Mengapa demikian? Ebid
G Ade melantunkan :
Barangkali
di sana ada
jawabnya
Mengapa
di tanahku terjadi bencana
Mungkin
Tuhan mulai bosan
Melihat
tingkah kita, yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa
Atau alam
mulai enggan, bersahabat dengan kita
Coba kita
bertanya pada rumput yang bergoyang
Dengan
demikian, dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa alam akan berdaya guna jika
dipelihara, namun akan menimbulkan petaka jika dirusak. Bentuk perusakan alam
adalah dengan memperbanyak maksiat dalam hidup dan penghidupan manusia. Oleh
karena itu, dalam rangka mengelola alam ini kita hindari diri kita
masing-masing dari perbuatan-perbuatan maksiat, baik terhadap diri sendiri,
terhadapa alam raya , terlebih kepada Allah swt.
Semoga Allah
memberikan kekuatau kepada kita dalam mengemban amanah sebagai khalifah di muka
bumi ini terutama dalam mengelola alam, semoga Allah memberikan keberkahan
kepada bangsa ini, amin ya rabbal ‘alamin.
والله المستعان إلى احسن الحال
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته